LASKAR PEMIMPI
Setelah kemerdekaan tercapai, Belanda enggan mengakui kedaulatan negara Indonesia dengan mencoba menduduki kembali Ibukota Jakarta. Akhirnya, pusat pemerintahan kita dialihkan ke Jogjakarta untuk meneruskan cita-cita memiliki pemerintahan sendiri. Di Jogjakarta, Belanda juga terus mengejar tentara-tentara Indonesia.
Salah satunya adakan pasukan gerilya Kapten Hadi Sugito (Gading Marten) yang bergerilya di kawasan Panjen. Karena kehabisan bala tentara mereka merekrut kembali pemuda Panjen. Sri Mulyani (Tika Panggabean) gadis desa Maguwo yang lugu dan suka tidur, Udjo (Udjo Project Pop) keturunan ningrat yang manja, Tumino (Gugum Project Pop) peternak bebek dan Ahok (Oddie Project Pop) seorang pedagang kecil keturunan Tionghoa, mereka bergabung dalam pasukan gerilya pimpinan Kapten Hadi Sugito setelah menjadi korban Agresi Milliter Belanda II bulan Desember 1948.
Kekocakan film ini terasa kental sejak awal berkat ulah Sri yang susah dibangunkan saat tidur. Selain itu, lirik-lirik lagu yang lucu menambah kesegaran saat menonton film ini. Dalam pasukan gerilya yang bermarkas di desa Panjen itu Sri, Udjo, Tumino dan Ahok bertemu dengan Toar (Yosi Project Pop) gerilyawan asal Manado yang matanya rabun dan Kopral Jono (Dwi Sasono), playboy kelas teri yang pangkatnya sudah sering diturunkan oleh Kapten Hadi. Mereka ternyata ditakdirkan untuk berjuang bersama-sama sejak Letnan Kuyt yang memimpin sebuah regu pasukan KNIL menyerbu Panjen dan menawan Wiwid (Shanty) pacar Udjo, dan Yayuk (Masayu Anastasia) pacar Kopral Jono.
Kejadian tersebut membuat keenam gerilyawan itu bertekad untuk membebaskan Wiwid, Yayuk, dan ayah Sri yang ditawan, walau tidak mendapat restu dari pimpinan mereka. Maka, hanya dengan berbekal semangat dan informasi dari seorang prajurit KNIL yang sedang menderita gegar otak bernama Once (Oon Project Pop) mereka pun berangkat menuju markas Letnan Kuyt.
Setelah tiba di tujuan, kenekadan keenam gerilyawan itu ternyata tidak mampu menandingi Letnan Kuyt dan pasukannya. Belum-belum mereka sudah terpojok dan malah ikut tertawan bersama Wiwid dan Yayuk cs. Untungnya, segera datang bantuan dari Panjen yang dipimpin tangan kanan Kapten Hadi bernama Letnan Bowo (Teuku Rifnu Wikana). Keenam gerilyawan dan para tawanan lain pun berhasil dibebaskan oleh Letnan Bowo dan pasukan Laskar Panjennya.
Kapten Hadi marah besar atas ulah Kopral Jono dan teman-temannya itu. Mereka dianggap tidak disiplin dan membahayakan rencana penyerbuan besar-besaran atas Jogja yang tengah disiapkan oleh pimpinan tinggi TNI. Akibatnya, Sri, Udjo, Tumino, Ahok, Toar dan Kopral Jono dipecat dari ketentaraan secara tidak hormat. Bahkan Once yang telah membelot menjadi prajurit republik pun ditahan oleh Kapten Hadi.
Meskipun sudah dipecat semangat berjuang mereka tetap berkobar. Kesempatan untuk membuktikan diri datang tak lama kemudian melalui peristiwa serangan besar ke Jogja tanggal 1 Maret 1949 yang dipimpin Letkol Soeharto. Walau sudah bukan prajurit resmi lagi, Kopral Jono dan anak buahnya diam-diam bergerak membantu pasukan TNI untuk menghadang pasukan bantuan KNIL yang sedang menuju Jogja. Seperti sebelumnya, mereka berangkat tanpa perencanaan yang matang dan kemampuan yang memadai. Namun, kali ini para pejuang itu sadar bahwa demi keberhasilan misi tersebut mereka harus siap berjuang mati-matian, untuk menghambat laju pasukan bantuan KNIL yang memiliki kekuatan berlipat-berlipat besarnya itu.
(kapanlagi)
Download :